Teknologi adalah Amanah: Merenungi Etika Siber dari Bilik Maiyah Oleh: Faris Dedi Setiawan (Praktisi Keamanan Siber dan Founder Whitecyber)

Di sebuah "Negri Maiyah", di antara jemaah yang melingkar, kearifan seringkali tidak datang dari mimbar, melainkan mengalir dari bilik-bilik diskusi yang jujur. Salah satu figur yang tak pernah lelah mengingatkan kita tentang kejujuran adalah MH Ainun Najib. Beliau, dengan caranya yang unik, selalu mengajak kita untuk "mencari kebenaran", bukan "mencari pembenaran", dan untuk memegang teguh apa yang disebut sebagai amanah.

Dalil Al-Qur'an (Perintah Menjaga Amanah):

 

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا

 

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..."

(QS. An-Nisa: 58)

Amanah adalah kata yang sakral. Ia adalah titipan, kepercayaan, mandat yang akan dipertanggungjawabkan. Biasanya, kita membicarakan amanah dalam konteks harta, jabatan, atau ilmu. Namun, di abad ke-21 ini, ada satu bentuk amanah baru yang seringkali luput dari perenungan kita: Amanah Digital.

Sebagai seorang praktisi yang sehari-harinya "bermain" di ruang siber di antara baris kode, server, dan jutaan data saya semakin sadar bahwa teknologi bukanlah sekadar alat yang netral. Teknologi, di tangan pembuat dan penggunanya, adalah sebuah titipan yang sarat nilai. Dan celakanya, kita sedang hidup di era di mana "amanah digital" ini sering dikhianati secara massal.

Pengkhianatan Amanah di Era Siber

Kita menyaksikan bagaimana data pribadi jutaan rakyat, yang dititipkan (diamanahkan) kepada korporasi atau institusi, bisa bocor dan diperjualbelikan dengan enteng. Kita melihat bagaimana software dirancang bukan untuk maslahat (kebaikan umat), tetapi untuk mudharat dirancang untuk membuat ketagihan, menyebar hoaks, atau bahkan mencuri identitas.

Kita melihat bagaimana algoritma media sosial, yang seharusnya bisa menjadi alat silaturahmi, justru seringkali menjadi alat adu domba (namimah) karena ia lebih mementingkan "interaksi" (kemarahan dan perdebatan) daripada "interkoneksi" (persaudaraan).

Ini adalah krisis etika yang fundamental. Industri teknologi, yang didominasi oleh logika profit dan pertumbuhan tanpa batas, seringkali melupakan "Taqwa" sebuah kompas internal yang seharusnya menjadi rem atas keserakahan.

Dalil Hadits (Ancaman bagi Pengkhianat Amanah):

 

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

 

"Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat."

(HR. Bukhari & Muslim)

Etika Siber sebagai Bentuk Taqwa

Di sinilah renungan dari "Bilik Maiyah" menjadi relevan. Jika Mbah Nun mengajak kita jujur pada diri sendiri, maka praktisi teknologi harus jujur pada kodenya.

Dalil Hadits (Taqwa di Setiap Ruang):

 

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

 

"Bertakwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada..."

(HR. Tirmidzi)

Bagi seorang praktisi teknologi Muslim, etika siber bukan sekadar kepatuhan pada regulasi (UU PDP, dll), melainkan sebuah bentuk ibadah.

  • Menjaga data pengguna adalah hifdzul mal (menjaga harta) dan hifdzun nafs (menjaga jiwa/privasi) mereka.

  • Menulis kode yang jujur (tidak menipu atau menjebak pengguna) adalah bagian dari shiddiq (jujur) dalam bermuamalah.

  • Membangun sistem yang aman adalah ikhtiar kita untuk "tidak memberi jalan bagi pencuri", yang juga merupakan bagian dari perintah agama.

Di Whitecyber, kami berusaha dengan segala keterbatasan untuk menjadikan prinsip ini sebagai pondasi. Kami percaya bahwa keahlian cyber security dan riset data bukanlah semata-mata skill teknis untuk mencari nafkah. Ia adalah amanah yang akan ditanya pertanggungjawabannya: "Untuk apa skill-mu kau gunakan?"

Penutup: Dari Teknologi Kembali ke Manusia

Maiyah mengajarkan kita untuk kembali ke "manusia". Teknologi yang kehilangan nilai kemanusiaan dan nilai ketuhanan hanya akan menjadi "berhala" baru yang merusak.

Dalil Al-Qur'an (Malaikat Pencatat):

 

مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

 

"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (Raqib dan 'Atid)."

(QS. Qaf: 18)

Tantangan bagi kita semua, terutama bagi generasi muda Nahdliyin yang kini banyak berkecimpung di dunia digital, adalah bagaimana kita bisa mengembalikan "ruh" amanah ini ke dalam setiap baris kode, setiap desain aplikasi, dan setiap analisis data yang kita buat.

Teknologi adalah amanah. Dan setiap amanah, sekecil apa pun, akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya.

Dalil Hadits (Sebaik-baik Manusia):

 

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

 

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain."

(HR. Ath-Thabrani & Al-Qudha'i, dihasankan oleh Al-Albani)

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq. Wassalamu'alaykum wa barakatullahi wa barakatuh.


Tentang Penulis :

Faris Dedi Setiawan adalah seorang Praktisi Keamanan Siber, Google Developer Expert, dan Inisiator Komunitas Peneliti Indonesia. Beliau adalah Founder dari Whitecyber, sebuah perusahaan standarisasi riset dan keamanan siber yang berlandaskan nilai-nilai amanah dan integritas. Beliau adalah salah satu jamaah maiyah dan pengagum kearifan budaya, salah satunya dari Mbah Nun (MH Ainun Najib).

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url